June 22, 2011

Maukah Kau Menghapus Bekas Bibirnya Di Bibirku Dengan Bibirmu.....

Untuk orang yang ku sayangi yang telah lama pergi dan tak akan kembali...

Ku remas secarik kertas kusam di tangan kanan ku dengan mata nanar dan langkah tak menjejak...
Sebuah puisi cinta terukir disana...
Lebih tepatnya penghapusan pahit dengan manis...
”Maukah Kau Menghapus Bekas Bibirnya Di Bibirku Dengan Bibirmu” kalimat itu berderet dengan angkuh di deret paling atas lembar itu sebagai judul dan juga bertindak sebagai ringkasan puisi ini...
Mantan ku yang membuatnya sekitar 4 tahun yang lalu...

Setapak demi setapak ku berjalan dalam remang duka dan kesunyian...
”Maukah Kau Menghapus Bekas Bibirnya Di Bibirku Dengan Bibirmu” deret kata itu berseliweran di kepala ku...
Ku bayangkan bibir ku...
Ku raba bibir quw perlahan...
Ku bayangkan bibir orang terakhir mengecup bibir ku...
Ku terbawa perasaan ku saat itu...
Ku terhempas pada lembah kenangan...
Membuang sampah sejarah memang tidak mudah...
Sejarah memang untuk dikenang tapi ku ingin pulang dan membuang kenangan...
Ku pernah mendengar tentang lubang hitam...
Ku ingin pergi kesana dan membuang semua kenangan ku kedalamnya...

Perlahan duduk terdiam..
Sama perlahanya dengan jatuhnya satu persatu butir air dari mata ku..
Ku tak sadar...
Semua terjadi di luar kendali...
Kadang emosi merasuki tanpa permisi hingga tak sadar ia telah mengambil alih kendali atas bahagia, haru bahkan kesedihan yang membuat ku kebingungan dan tak sadar...

Apa-apaan ini...
Tak sepatutnya ku memikirkan bibir...
Semua orang punya bibir...
Ku juga punya bibir ku sendiri...
Tapi ku tak bisa menghapus bekas bibirnya di bibir ku dengan bibir ku sendiri...
Semua menjadi semakin rumit...
Apa rasa cuma ada dan di rasa oleh bibir??
Tidak, tidak mungkin cuma bibir yang mengambil kendali rasa...

Energi perlahan datang dari libur panjang...
Ku berlari...
Langit menyerap kelebihan energi ku dengan gelegar guruh lalu menangis menatap ku yang dengan kegilaan dan kebingungan ku dengan otak masih berbentuk bibir...
Sesaat kaki ku kaku...
Ku terjatuh...
Lumpur menyambut sekujur tubuh ku...
Ku ingin menangis tapi syaraf ku mengisyaratkan ku tertawa dan itulah yang ku lakukan, tertawa...
”Maukah Kau Menghapus Bekas Bibirnya Di Bibirku Dengan Bibirmu” kalimat itu hadir dan tawa ku terhenti seiring langit menyeka air matanya untuk ku...
Otak ku bekerja, ku rasakan itu...
Ya, jawaban dari semua kegilaan ku adalah bibir...
Bibir yang dengan suka rela mengecup bibir ku dengan semua rasa yang ada di alam...
Bukan bibir yang mempunyai penyaring buatan...
Yang hanya bisa menghisap rasa manis sedangkan rasa yang lain di singkirkan, di endapkan dan di tinggalkan sebagai sisa pembakaran nafsu...
Yang sengaja di buang hingga menjadi racun pahit memori yang getirnya tak dapat terhapus hingga kedalam jiwa...

Ku tertawa sejadi-jadinya...
Kegilaan ku memuncak...
Ku berdiri, berlari, melompat kesana-kemari...
Mencari bibir...
Dengan kesadaran penuh ku ciumi satu persatu bibir yang ku temui...
Tak peduli laki-laki atau perempuan, tua atau muda...
Yang ku tahu, ku cuma mencari bibir...
Cuma bibir...
Bibir yang dapat menyerap semua rasa yang ada di alam...
Tapi tak ku temukan...
Yang ku dapat, rasa pedas dan anyir darah yang keluar deras dari bibir ku...
Ini menambah getir yang berjelaga di jiwa ku...
Apakah kau, darah, yang dengan lancang menampakan diri mencoba menghapus bekas bibirnya di bibirku dengan bibirmu...
Sayang, kau tak punya harapan karena kau tidak punya bibir..
Mana ada bibir darah..
Kalau bibir sumur aku pernah dengar..

Kegilaan dan anyir darah membuka kalbu ku...
Mengingatkan ku pada bibir terakhir yang bisa ku kecup malam ini...
Dirumah ku...
Ku seret kaki ku yang kembali di tinggal energi berlibur panjang...
Mata ku berbinar menyusuri jalan-jalan bau debu dan malam tanpa angin apalagi bintang hanya ada bulan yang sinarnya berpendar dibalik awan hitam...

Ku cium bibir terakhir ku sekehendaknya, sepuasnya, selama dan sedalam yang ku mau...
Sampai ku tak merasakan apa-apa...
Bibir ku keluh...
Ia telah menyerapnya...
Menyerap semua rasa yang ada di alam...
“Sayang, ku kira ada bibir yang lebih bermakna dari bibirmu... Tapi ku salah... Bibirmu jauh lebih bermakna dari bibir semua orang di luar sana... Ku tak akan pernah ragu lagi... Ku janji... Ku tak kan pernah mencari bibir untuk menghapus bekas bibirmu di bibirku... Sampai ku terbujur kaku, seperti kau saat ini... Dihadapan ku... Dan bibirmu yang sedang ku kecup berada di bawah bibir ku saat ini”
Tetesan air mata mengiringi ku berkata-kata pada mantan ku...

Ku seka air mata terakhir ku malam ini...
Ku ciumi kembali bibir itu...
ku terlelap dalam alunan rasa alam yang telah hilang...
Dan ku tak pernah terbangun...

0 comments:

Post a Comment